Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA)

on Wednesday, May 15, 2013

Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi di lingkungan Kementerian Kesehatan sudah dimulai sejak decade delapan puluhan. Pada masa itu Departemen Kesehatan RI melalui Pusat Data Kesehatan (PUSDAKES) memanfaatkan teknologi informasi dengan sistem Electronic Data Processing (EDP) namun hal ini baru diterapkan di tingkat pusat. komitmen bersama antar pemimpin birokrasi bidang kesehatan untuk mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, baik di kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, namun karena berbagai kendala dan hambatan termasuk kurangnya dana dan tidak adanya payung hukum (PP) membuat SIK kurang optimal dan belum berdayaguna.

Pada era sembilan puluhan Departemen Kesehatan telah mengembangkan Sistem Informasi Puskesmas (SP2TP), Sistem Informasi Rumah Sakit, Sistem Surveilans Penyakit bahkan Sistem Informasi Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Namun masing-masing sistem tersebut belum terintegrasi dengan baik dan sempurna. Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.511 tentang “Kebijakan & Strategi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)” dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”. Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sub sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).

SIKDA seharusnya bertujuan mendukung SIKNAS, namun dengan terjadinya desentralisasi sector kesehatan ternyata mempunyai dampak negative. Terjadi kemunduran dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan secara nasional, seperti menurunnya kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian data SP2TP/SIMPUS, SP2RS dan profil kesehatan. Dengan desentralisasi, pengembangan sistem informasi kesehatan daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Akibat keadaan tersebut, data yang dihasilkan dari masing masing daerah tidak seragam, ada yang tidak lengkap dan ada data variable yang sama dalam sistem informasi satu program kesehatan berada dengan di sistem informasi program kesehatan lainnya. Maka validitas dan akurasi data diragukan, apalagi jika verifikasi data tidak terlaksana.

Selain di daerah, di lingkungan Kementerian Kesehatan pun belum tersusun satu sistem informasi yang standar sehingga masing-masing program membangun sistem informasinya masing-masing dengan sumber data dari kabupaten/kota/provinsi. Akibat keadaan di atas, data yang dihasilkan dari masingmasing daerah tidak seragam, ada yang tidak lengkap dan ada data variabel yang sama dalam sistem informasi satu program kesehatan berbeda dengan di sistem informasi program kesehatan lainnya. Maka validitas dan akurasi data diragukan, apalagi jika verifikasi data tidak terlaksana. Ditambah dengan lambatnya pengiriman data, baik ke Dinas Kesehatan maupun ke Kementerian Kesehatan, mengakibatkan informasi yang diterima sudah tidak up to date lagi dan proses pengolahan dan analisis data terhambat. Pada akhirnya para pengambil keputusan/ pemangku kepentingan mengambil keputusan dan kebijakan kesehatan tidak berdasarkan data yang akurat.

Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
1.      Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan rujukan primer lainnya.
2.      Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.
3.      Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya.

Dalam proses pengelolaan data/informasi kesehatan di Indonesia, standar-standar yang dibutuhkan, baik standar proses pengelolaan informasi kesehatan maupun teknologi yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber daya kesehatan juga tidak merata, lebih banyak dimiliki oleh daerah-daerah tertentu, terutama di pulau Jawa. Akibatnya setiap institusi kesehatan mulai dari puskesmas, rumah sakit, hingga ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini menjadikan sistem yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain itu, kepemilikan dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang untuk menyediakan data yang bias diakses oleh pihak yang membutuhkan.
Penyebab sulitnya mewujudkan pertukaran data kesehatan di Indonesia yaitu:
1.      Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang berbeda-beda di setiap daerah.
2.      Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda -beda
3.      Kultur kepemilikan data yang kuat dan possessive
4.      Kekhawatiran akan masalah keamanan data

Rencana Strategi Sistem Informasi Kesehatan Daerah :






Sumber : www.depkes.go.id

0 comments:

Post a Comment