Hasil Pembahasan Studi Kasus 1
“Marcus Low's Admission”
Dalam wacana rujukan Mr.Low, dapat
kita ketahui Flow dari rujukan Mr.Low ke rumah sakit. Berikut proses awal
dalam alur rujukan Mr. Low.
Tahap Pertama, Mr. Low telah
berkonsultasi dengan Dr. Good untuk mengatur kapan jadwal yang tepat dengan
memperhatikan ketersedian kamar/ruangan dan sebagainya. Pada tahap ini Dr.
Good, sebagai Onkologinya bersama staf rumah sakit bertanggung jawab atas tahap
ini.
Tahap Kedua, adalah tahap
sebelum mendaftar atau masuk rumah sakit yang disebut Preadmission. Pada tahap
ini Mr. Low harus mengumpulkan data demografi dan asuransinya yang dibutuhkan
untuk melakukan klaim kepada Perusahan Asuransi Mr. Low. Selain itu pada tahap
ini juga pihak rumah sakit menghubungi pihak asuransi Mr.Low untuk memastikan
apakah biaya rujukan ini akan dicover oleh pihak asuransi. Tahap preadmission
ini sudah mulai dilakukan rekam medic.
Tahap
Ketiga adalah tahap registrasi atau pendaftaran. Pada saat Mr.Low
datang ke rumah sakit maka akan dilakukan verifikasi informasi mengenai data
demografi pasien dan asuransinya. Selanjutnya, petugas akan melakukan diberikan
ID dan akan diantar ke kamarnya. Selanjutnya dilakukan pengobatan kepada pasien
yang dibasis oleh sistem rekam medic elektronik.
Sistem Informasi
yang sudah diterapkan di rumah sakit tempat Mr.Low dirawat sudah menerapkan
sistem informasi secara electronic tidak lagi menggunakan sistem secara
manual seperti yang masih banyak digunakan rumah sakit di Indonesia. Rumah
sakit ini benar-benar menerapkan paperless untuk sistem rekam mediknya.
Dimulai dari tahap awal, yakni pada tahap preadmission dan admission kita
dapat melihat koordinasi pelayanan antar staf dan professional. Dimana bagian
kantor Dr.Good menghubungi Departemen Administrasi Rumah Sakit untuk
mengkonfirmasi dan menyusun jadalam Mr. Low. Alur berlanjut hingga tahap admission,
dimana pihak rumah sakit melakukan identifikasi data pasien, menghubungi pihak
asuransin pasien, melakukan koordinasi dengan staf kamar hingga pada akhirnya
pasien masuk ke dalam ruang rawat inap. Tidak berhenti disana, proses
pencatatan riwayat treatment pun berlangsung secara elektronik dimana
setiap diagnosa, progress, tindakan yang meliputi nursing care, medical
treatment dan pelayanan tambahan direkam dalam sistem rekam medis
elektronik sehingga sangat fleksibel. Disamping itu dengan adanya sistem rekam
medis elektronik ini, Dr.Good selaku dokter rawat dari Mr. Low dapat
berkoordinasi secara tidak langsung dengan bagian staff keperawatan maupun dari
pihak radiology. Setiap tindakan yang diperintahkan oleh Dr.Good akan direspon
sesuai dengan apa yang diperintahkan Dr. Good dalam sistem rekam medis
elektronik tersebut.
Salah satu kegunaan dari rekam medis adalah
sebagai dasar perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis terhadap pasien.
Dari kasus Mr. law diatas dapat diketahui bahwa jenis sistem pembayaran yang
digunakan adalah KLAIM. Dimana distem pembayaran klaim adalah dengan sistem
asuransi. Selain itu sistem billing diatas dapat dikategorikan sebagai Fully
Intergrated Bill System.
Menurut
Warsidianto, 2004, Fully Intergrated Bill System yaitu billing system
yang terintegrasi dengan seluruh sistem rumah sakit (khususnya yang berkaitan
dengan masalah keuangan). Pada billing system jenis ini semua proses yang
menghasilkan charging ( berbiaya ) akan langsung tercatat di sistem, sehingga
ketika pasien akan pulang, petugas billing tidak terlalu sibuk mengentry
tindakan-tindakan / item-item yang di charge ke pasien dan dengan demikian
waktu tunggu pasien akan semakin minim dan pelayanan bisa lebih memuaskan.
Semua proses mulai dari pendaftaran, tindakan di poliklinik, penunjan, farmasi,
dll akan langsung tercatat, bahkan back office (finance & akunting) akan memperoleh
laporan dan data yang bisa dengan mudah dan cepat tersaji.
Setelah Mr. Low
dinyatakan boleh pulang, maka Dr. Good harus menyusun atau merecord ringkasan
kepulangan yang mencantumkan semua treatment yang diterima oleh
Mr.Low. Setelah itu, Departemen Manajemen Informasi Kesehatan menetapkan
kode untuk setiap diagnosis dan prosedur yang dilakukan. Kode-kode tinilah
yang digunakan oleh Departemen Penagihan untuk mengajukan klaim asuransi kepada
pihak asuransi Mr. Low.
Dibandingkan
dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, mayoritas masih menggunakan sistem manual
dalam pencatatan Rekam Medis Pasien. Hal ini dapat dilihat pada Permenkes No.
269/MENKES/PER/III/2008 yang menggantikan Permenkes No.
749a/MENKES/PER/XII/1989, yang menyatakan bahwa “Rekam medis harus dibuat
secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik”. Pada ayat 2 pasal 2
dinyatakan bahwa “Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi
informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri”.
Hal yang menjadi
masalah adalah hingga saat ini peraturan Rekam Medis Elektronik belum
dirampungkan, sehingga dapat dimaklumi jika implementasinya belum merata bahkan
hanya ada sedikit rumah sakit yang menggunakan sistem informasi, dan itupun
sebagian besar berupa Semi Integrated Full System. Dalam Rapat Kerja
Rekam Medik yang dilakukan pada bulan Maret 2011 oleh Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, dihasilkan beberapa rangkuman kerja yang salah
satunya adalah pembuatan kebijakan atau adanya regulasi Rekam Medik Elektronik.
Menurut kami, apa yang
harus dilakukan Indonesia adalah sama halnya dengan yang dilakukan oleh
beberapa negara yang sukses dengan Electronic Medical Recordnya beberapa
dekade lalu. Pemerintah harus merencanakan sistem, mempersiapkan sumber daya,
menyediakan sarana prasarana, serta eksekusi kebijakan yang mengikat sehingga
dapat terbentuk Sistem Rekam Medis Elektornik yang optimal. Ini juga menjadi
sebuah tantangan berat untuk reformasi dunia kesehatan di Indonesia, disamping
tuntutan Implementasi SJSN yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Jika
sistem informasi kesehatan tidak berjalan dengan maksimal maka dapat dipastikan
SJSN akan terhambat, karena sistem pembiayaan SJSN berupa sistem KLAIM, sama
halnya dengan kasus di atas. Dengan jumlah pasien rujukan yang dapat dipastikan
akan meningkat tajam (saat SJSN diterapkan), apabila sistem Informasi Kesehatan
(dalam hal ini Sistem Rekam Medik Elektornik) tidak siap, maka akan sulit untuk
memastikan sistem berjalan lancar.
Marcus Low's Admission
(http://id.scribd.com/doc/141955128/Marcus-Low-s-Admission)
Marcus Low's Admission
(http://id.scribd.com/doc/141955128/Marcus-Low-s-Admission)
Hasil
Review Jurnal 2
“Challeges
to Information System Implementation and Organisational Change Management:
Insight from the Health Sector in Equador”
Angel Javier
Salazar Alvarez
Ekuador merupakan Negara Amerika Latin
yang menggunakan model organisasi vertikal dan perencanaan terpusat (Centralised
Planning). Hal ini mengakibatkan Main
cause dari distribusi pelayanan kesehatan menurun yang mengakibatkan
kinerja pelayanan kesehatan pun memburuk. Pada kenyataannya, MoPH (Ministry of Public
Health) telah menganggarkan dana sebesar 80% untuk pelayanan RS. Namun, produktivitas
rumah sakit masih saja rendah, kualitasnya
rendah dan sistem kesehatan tidak efisien.
Strategi reformasi yaitu Program Pelayanan
Primer Dasar (BPC), telah mulai diterapkan pada tahun 1992. Program BPC
telah berhasil mengembangkan infrastruktur perawatan primer di daerah marjinal di
perkotaan dan pedesaan yang terdiri dari 22 Puskesmas, 166 sub-pusat, 23
rumah sakit kabupaten dan 4.000 staf medis.
Program Pelayanan Kesehatan Dasar (BPC)
yang dilaksanakan antara lain:
1.
Jaringan Darurat Perawatan
RS Nasional (NECHN), yang meliputi:
a.
Rehabilitasi bangunan RS dan
peralatan
b.
Implementasi SIM berbasis computer
c.
Pengembangan manajemen RS
2.
Proyek pengembangan
institusi (IDP), yang bertujuan untuk membantu program desentralisasi,
memperkuat perawatan primer, dan monitoring SI berbasis komputer.
BPC dinilai masih gagal untuk
mendesentralisasikan secara penuh perencanaan dan pengelolaan kepada penyedia
unit kesehatan setempat. Model Sistem Kesehatan Masyarakat
Ekuador yang tradisional dilaksanakan sangat terpusat, di mana rencana dibuat
oleh pemerintahan pusat dan pemerintah daerah hanya bertindak sebagai pelaksana.
Tindak lanjut dari penilaian BPC yang
dianggap masih gagal tersebut yaitu penciptaan struktur organisasi baru yang dimaksudkan
untuk membuat aturan alur informasi yang baru, berpusat disekitar serangkaian Otoritas
Kesehatan Kabupaten(DHAs). Hal tersebut dibuat dengan tujuan agar Kabupaten akan mengambil tanggung jawab utama
untuk mengumpulkan informasi kesehatan, keuangan dan informasi administrasi lainnya
dari administrasi kesehatan primer sub-pusat
(tingkat kecamatan).
Berikut adalah alur informasi di MoPH:
Setelah mengkaji kasus tersebut lebih
dalam, masalah yang dihadapi Negara Ekuador diantaranya adalah
Perubahan manajemen
organisasi (kesehatan) yang menjadi desentralisasi
Organisasi kesehatan yang
besar, seperti MOPH, memiliki beberapa jenjang lapisan organisasi
Model organisasi yang
vertikal dan perecanaan masih terpusat
Akibatnya koordinasi antar
kabupaten dan pusat menjadi terbelah
Saran kami terhadap adanya masalah yang
dihadapi oleh Negara Ekuador tersebut adalah
·
Meminimalisir intervensi
pribadi dari stakeholder dalam implementasi Sistem Informasi Kesehatan
·
Adanya struktur yang
berjenjang dan terpusat, menghambat proses implementasi. Sehingga diperlukan
promosi baik pada daerah maupun tingkat pusat yang berakibat pada reduksi
retensi yang dapat meningkatkan koordinasi.
·
Change the Paternalistic
Approach menjadi Participatory Approach
Challeges to Information System
Implementation and Organisational Change Management: Insight from the Health
Sector in Equador
Hasil
Review Jurnal 3
“Rancang
Bangun Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan dengan Metodologi Berorientasi
Obyek : Studi Kasus SMK Telkom Sandhy Putra Jakarta”
Analisis situasi proses pelayanan kesehatan pada SMK
Telkom:
1. Data
kesehatan peserta (siswa dan pegawai) masih tertampung dalam bentuk file catatan,
sehingga data dapat dengan mudah diakses oleh pihak yang tidak berkepentingan.
2. Dalam
pencarian riwayat kesehatan pasien, dibutuhkan waktu yang relatif lama
3. Seluruh
catatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dijadikan sebagai alat
keluaran/laporan yang diberikan kepada pihak manajemen, bukan merupakan
rekapitulasi, sehingga pihak manajemen sulit untuk membaca serta menganalisa
guna dapat membantu pengambilan keputusan.
Dengan adanya
masalah-masalah ynag dihadapi SMK Telkom maka dibangunlah sistem
informasi pelayanan kesehatan dengan metodologi berorientasi obyek. komputerisasi
banyak memberikan bantuan dalam usaha pemecahan masalah dalam hal usaha dan
bisnis, diantaranya adalah
mempercepat proses kerja dan juga menyediakan informasi yang cepat dan akurat
bagi pihak yang membutuhkan khususnya
manajemen.
Perancangan sistem dimodelkan dalam bentuk use
case diagram, class diagram, serta rancangan layar. Use case
diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah sistem yang
ditekankan adalah “apa” yang diperbuat sistem, dan bukan “bagaimana” sistem
melakukannya. Use case yang diusulkan dalam rangka perancangan sistem
ini terdiri dari use case diagram
manajemen data, use case diagram proses pelayanan kesehatan, dan use
case diagram pelaporan kegiatan. Class diagram merupakan
diagram yang menggambarkan struktur dan deskripsi class, package dan
obyek beserta hubungan satu sama lain. Sedangkan rancangan layar merupakan
tampilan antar muka (boundary) antara sistem dengan actor.
Dari hasil proses uji coba aplikasi yang dilakukan,
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagi berikut:
·
Pemanfaatan teknologi informasi yang
dipadukan dengan teknolgi komputer dapat membantu dalam menangani pelayanan
kesehatan siswa maupun pegawai, dibandingkan apabila tidak digunakannya sistem
informasi.
·
Kesulitan pembuatan laporan yang
dihasilkan pada sistem sebelumnya terbukti sudah dapat teratasai dengan adanya sistem
informasi yang diusulkan.
Saran yang kami berikan terhadap implementasi
aplikasi sistem informasi pelayanan kesehatan yang diterapkan adalah:
·
Persiapkan sumber daya yang berkualitas
guna mengoperassikan aplikasi tersebut.
·
Persiapkan sarana dan prasarana yang
memadai.
·
Lakukan monitoring kebijakan secara
regular.
Rancang Bangun Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan
dengan Metodologi Berorientasi Obyek : Studi Kasus SMK Telkom Sandhy Putra Jakarta
Hasil Review Jurnal 4
“Langkah-Langkah Strategis dan Taktis Pengembangan
E-Government untuk Pemda”
Zainal A.
Hasibuan
Pesatnya perkembangan TIK akan membuka
peluang dan tantangan untuk menciptakan (to create), mengakses (to access),
mengolah (to process), dan memanfaatkan (to utilize) informasi secara tepat dan
akurat. Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia telah
berinisiatif membuat kebijakan untuk memanfaatkan TIK untuk membangun Electronic
Government for Good Governance yang terintegrasi mulai dari tingkat
pemerintahan daerah hingga ke pusat. Tujuannya adalah agar infrastruktur TIK
yang akan dibangun dapat dimanfaatkan secara bersama untuk berkoordinasi oleh
seluruh instansi, baik di pusat maupun di daerah.
E-Government pada dasarnya memberikan
layanan informasi kepada sesama insitusi pemerintah (Government to Government –
G2G), kepada dunis bisnis (Government to Business – G2B) dan kepada masyarakat
(Government to Citizen – G2C), dengan tujuan sbb:
1.
Mampu memberikan informasi
lengkap mengenai lembaga atau daerah untuk kemajuan ekonomi dan pembangunan
daerah, dan peningkatan kinerja proses pelayanan (peningkatan efektivitas dan
produktivitas).
2.
Mampu mengoptimalkan
penggunaan sumberdaya (resources) seperti waktu, tenaga, budget,
dan fasilitas lainnya (peningkatan efisiensi).
Kerangka pengembangan e-Gov di
Indonesia dapat mengacu kepada Kerangka Sistem Informasi Nasional (Sisfonas)
seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar. Kerangka Sisfonas
Dan E-Government
Menurut Center for Democracy and
Technology dan InfoDev, proses implementasi e-Government terbagi
menjadi 3 (tiga) tahapan yang tidak tergantung antara yang satu dengan yang
lainnya. Tahapan tersebut harus dilakukan secara berurutan dan masing-masing
tahapan harus menjelaskan tujuan dari e-Government. Adapun ketiga
tahapan tersebut antara lain, yaitu:
1. Publish, yaitu tahapan yang menggunakan teknologi
informasi untuk meluaskan akses untuk informasi pemerintah, misalnya dengan
cara pembuatan situs informasi di setiap lembaga, penyiapan sumber daya
manusia, sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik,
serta penyiapan sarana akses yang mudah. Hal ini sepadan dengan teori Agarwal,
yaitu tahapan tingkat 1 dari pengembangan e-Gov.
2. Interact, yaitu meluaskan partisipasi masyarakat
dalam pemerintahan, misalnya dengan cara pembuatan situs yang interaktif dengan
publik, serta adanya antar muka yang terhubung dengan lembaga lain. Hal ini
sepadan dengan tingkat 2 dan 3 dari perkembangan e-Gov.
3. Transact, yaitu menyediakan layanan pemerintah
secara online, misalnya dengan cara pembuatan situs transaksi pelayanan
publik, serta interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain. Hal
ini sepadan dengan tingkat 4 dan 5 dari perkembangan e-Gov.
Agar ketiga tahapan tersebut bisa
terlaksana dengan baik, maka harus ada jaminan komitmen yang tinggi dari
pimpinan Pemda, dalam hal bisa gubernur, bupati, atau walikota. Disamping itu,
pelaksanaan e-Government harus mempertimbangkan beberapa kondisi yaitu
prioritas layanan elektronik yang diberikan, kondisi infrastruktur yang
dimiliki, kondisi kegiatan layanan saat ini, dan kondisi anggaran dan sumber
daya manusia yang dimiliki. Untuk itu, dalam pengembangan e-Gov, diusulkan
suatu bentuk organisasi kegiatan pengembangan e-Gov seperti yang terlihat pada
gambar berikut ini.
Gambar Struktur Manajemen Pengembangan E-Gov |
Selain adanya usulan-usulan untuk kemajuan dan pengembangan e-Government
di Indonesia, e-Government juga menghadapi berbagai macam kendala
antara lain:
Masih rendahnya kesadaran (awareness)
dalam mengambil keputusan telematika
Langkanya SDM yang
berkualitas
Masih minimnya infrastruktur
telekomunikasi
Tarif internet yang masih
mahalnya serta kurang memadai
Penetrasi PC yang masih
rendah
Saran kami mengenai
pengembangan E-Gov di lingkungan pemda yaitu
·
Perlu adanya komitmen dari
pimpinan daerah untuk pengembangan e-Government yang berakar pada
perubahan budaya kerja dari tradisional menjadi elektronik dengan memanfaatkan
perangkat teknologi informasi.
Langkah-Langkah Strategis dan Taktis Pengembangan E-Government untuk
Pemda
0 comments:
Post a Comment